Perbedaan Pengaplikasian Beton Pracetak Indonesia Dan Negara Maju

December 17, 2018
Postingan ini memaparkan bahwa ada perbedaan pada berbagai aspek yang dominan dalam pengaplikasian teknologi pracetak di Indonesia bila dibandingkan dengan apa yang telah dilaksanakan di negara maju.
Hal itu dapat ditinjau dari berbagai macam sudut pandang, seperti perencanaan (tahap perencanaan dan metode analisis), sistem struktur (tipe struktur), produksi (metode produksi, bahan cetakan), transportasi (alur transportasi, sistem transportasi, mode transportasi), erection (metode pemasangan, berat maksimum komponen, peralatan yang digunakan dalam pemasangan, kemampuan pemasangan komponen pracetak, jumlah pekerja), koneksi (enis metode penyatuan beton, penyatuan tulangan), perbaikan (metode perbaikan), biaya (reduksi biaya), waktu (reduksi durasi konstruksi), dan mutu (tingkat kerusakan).
Aspek Perencanaan
Proses aplikasi teknologi pracetak diawali dengan perencanaan. Hal ini tidak berbeda dengan pelaksanaan dengan cara-cara konvensional. Langkah awalnya adalah melakukan perencanaan arsitektur yang kemudian dilanjutkan dengan perencanaan struktur oleh ahli sipil/ konstruktor.
Apa yang dilakukan ini tidak berbeda antara yang terjadi di Indonesia dengan di negara maju. Cara analisisnya pun tidak berbeda, yaitu dengan menggunakan metode elastic design.
Aspek Sistem Struktur
Ada perbedaan yang cukup besar antara di Indonesia dengan di negara lain, khususnya pada tipe struktur yang digunakan. Di negara maju digunakan struktur rangka kolom menerus, struktur rangka kolom sambungan, struktur rangka yang berupa unit portal, sedangkan yang digunakan di Indonesia adalah tipe struktur open frame dengan pelat lantai pracetak.
Perbedaan terjadi dikarenakan perkembangan teknologi beton pracetak di Indonesia baru dalam tahap dimulai sehingga untuk mengaplikasikan seluruh komponen struktur menjadi unit pracetak dibutuhkan tahapan waktu tertentu.
Sementara ini komponen yang diaplikasikan pada bangunan hanya berupa plat lantai dengan pendukung rangka terbuka (open frame).
Aspek Produksi
Cara memproduksi komponen beton pracetak dipengaruhi oleh metode produksi dan bahan cetakan. Perbedaan antara negara maju dengan di Indonesia adalah pada cara-cara proses produksi komponen tersebut.
Negara-negara maju menggunakan sistem stationary production, slipfonn production, Jlow-line production, Indonesia menggunakan sistem stationary production dan slip-fonn production.
Metode produksi stationary production digunakan untuk memproduksi komponen balok pracetak sedangkan slip-form procluction digunakan untuk memproduksi komponen pelat beton pracetak (Hollow Core Slab).
Pemakaian Jlowline production tidak diaplikasikan di Indonesia karena metode ini cocok untuk memproduksi komponen dalam jumlah besar, di mana komponen bergerak sepanjang proses produksi yang diperlukan (misal memproduksi komponen atap).
Dilihat dari bahan cetakan yang digunakan, negara-negara maju menggunakan besi, kayu, atau plastik sedangkan di Indonesia menggunakan besi.
Material besi digunakan karena bahan ini hampir memenuhi semua persyaratan cetakan (volume stabil, dapat digunakan berulang kali dengan biaya perawatan yang rendah, mudah dipindahkanlrelatif, rapat air, daya lekat terhadap beton rendah, dan mudah disesuaikan dengan kebutuhan).
Aspek Transportasi
Cara memindahkan komponen beton pracetak dari lokasi pembuatan ke lokasi di mana komponen tersebut akan digunakan dipengaruhi oleh jalur transportasi, sistem transportasi, dan mode transportasinya.
Di negara maju pada umumnya jalur transportasi yang digunakan adalah jalan raya, jalan baja (rel), dan jalur laut sementara di Indonesia pada umunmya menggunakan jalur jalan raya.
Pertimbangan menggunakan jalan raya adalah karena jaringan jalan raya lebih luas dibandingkan jalan rel, sedangkan jalur laut digunakan jika harus mentransportasikan komponen tersebut keluar pulau.
Sistem transportasi yang digunakan di Indonesia adalah sistem horisontal sedangkan negara maju menggunakan sistem horisontal dan sistem vertikal. Hal ini karena jenis truk yang tersedia di Indonesia adalah truk trailer/flatbed truck, dan lebih efisien bila ditinjau dari penataannya.
Mode transportasi yang digunakan tentu disesuaikan dengan jalur transportasi yang digunakan. Di negara maju digunakan Jlatbed truck, kereta api, dan kapal laut sedangkan di Indonesia truk bak terbuka, dan Jlatbed truck.
Pertimbangan pemilihan mode transportasi ini adalah karena keleluasaan bergerak ke segala tempat sehingga proses handling hanya perlu terjadi pada saat pemuatan dan pembongkaran. Ini tentu saja lebih ekonomis.
Aspek Erection
Cara penyatuan komponen beton pracetak dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu metode pemasangan, berat maksimum komponen pracetak, peralatan pemasangan, kemampuan pemasangan komponen beton pracetak dan jumlah pekerja yang dibutuhkan.
Baik di negara maju mauprm di Indonesia menggunakan metode pemasangan yang sama, yaitu metode vertikal dan horisontal. Metode vertikal digunakan jika struktur open frame telah selesai dilaksanakan. Bila pelaksanaan antara struktur open frante dengan pemasangan pelat pracetak beriringan maka menggunakan metode horisontal.
Terjadi perbedaan yang besar antara di negara maju dengan di indonesia dalam hal berat komponen beton pracetak. Di negara maju, maksirnum berat komponen beton pracetak mencapai 11 ton sedangkan di Indonesia hanya 2 ton, karena pertimbangan kemampuan produsen dalam memproduksi, kapasitas peralatan handling, kemampuan jalur transportasi, peralatan pemasangan yang tersedia, dan mudah didapatkan.
Jika kendala ini dapat diatasi maka berat komponen tentu dapat ditingkatkan. Tentang aspek alat yang digunakan juga terladi perbedaan yang cukup besar, yaitu dalam hal jenis dan kapasitasnya.
Di negara maju digunakan fixed tower crane, monorailsystem, guy derrick, mobile crane; kapasitas maksimum 30 ton. Sedangkan di Indonesia digunakan tower crane, mobile crane kapasitas maksimum 20 ton.
Pemilihan jenis peralatan berupa tower crane didasarkan pada kemudahan pengadaan, jangkauan yang memadai baik secara vertikal maupun horisontal, dan kapasitas angkat yang mencukupi.
Kemampuan untuk menyatukan komponen-komponen beton pracetak juga berbeda. Negara maju + 150 ton/hari sedangkan di Indonesia + 51 ton/hari. Hal ini terjadi karena perbedaan dalam kemampuan peralatan yang tersedia; perbedaan variasi komponen yang di-erection.
Di Indonesia, jenis komponen yang di-erection hanya komponen pelat lantai saja sedangkan di negara maju berupa komponen balok, kolom, peIat, unit tangga; dan tingkat produktivitas pekerja yang berbeda. Jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk proses erection untuk kedua negara adalah sama, yaitu lima orang untuk setiap tim kerja.
Aspek Koneksi
Cara menyatukan dua atau lebih komponen beton pracetak dibedakan menjadi dua. Pertama, cara menyatukan material beton dan yang kedua adalah cara menyatukan material baja tulangan.
Proses penyatuan material beton di negara maju adalah sambungan basah (in-situ concrete joint), sambungan kering (las, baut, pin, prestress), sedangkan di Indonesia digunakan sambungan basah (in-situ concrete joint) dan sambungan kering (las).
Pemilihan sambungan basah disebabkan oleh kemudahan pengadaan materialnya, menghasilkan struktur yang monolit dan kemudahan dalam pengerjaannya.
Proses penyatuan material baja di negara maju overlapping, coupler, las sedangkan di Indonesia adalah 1as karena kemudahan pengerjaannya dan murah.
Aspek Perbaikan
Tidak jarang komponen beton pracetak mengalami kerusakan yang timbul pada saat produksi, transportasi, ataupun erection. Jika hal ini terjadi maka direkomendasi untuk tidak digunakan.
Dengan kata lain komponen yang telah rusak tidak dapat diperbaiki; atau kerusakan komponen pracetak dapat diperbaiki jika menurut penilaian tenaga ahli tipe kerusakan itu dinyatakan tidak membahayakan.
Aspek Biaya
Efisiensi pemakaian teknologi pracetak jika dibandingkan dengan caracara konvensional dalam ha1 reduksi biaya konstruksi adalah sebagai berikut: Di negara maju, teknologi ini mampu mereduksi sebesar 10% sedangkan di Indonesia diyakini bahwa teknologi ini mampu mereduksi biaya.
Hanya saja sampai sekarang belum terdapat kejelasan tentang besarnya reduksi. Reduksi biaya terjadi karena reduksi pemakaian bekisting reduksi jumlah pekerja, reduksi biaya overhead karena kecepatan pelaksanaannya.
Aspek Waktu
Efisiensi pemakaian teknologi pracetak jika dibandingkan dengan cara-cara konvensional dalam hal reduksi waktu konstruksi adalah sebagai berikut: Di negara maju teknologi ini mampu mereduksi sebesar 50% sedangkan di Indonesia diyakini bahwa teknologi ini mampu mereduksi sebesar 25%.
Reduksi waktu hanya 25% disebabkan tipe komponen beton pracetak yang diproduksi hanya pelat lantai saja sementara di negara maju hampir semua komponen diproduksi secara pracetak. Reduksi waktu pelaksanaan didapatkan dari kegiatan pemasangan komponen.
Aspek Mutu
Mutu bangunan yang dihasilkan dari kedua teknologi jika ditinjau dari tingkat kerusakannya adalah sebdgai berikut: Di negara maju, teknologi pracetak tidak menimbulkan kerusakan sedangkan di Indonesia kerusakan yang ditimbulkan akibat teknologi pracetak adalah 5% per tahun.

0 komentar