Perbandingan Jenis Alat Sambung Beton Pracetak

December 14, 2018
Setelah mempelajari penegertian sambungan basah dan kering pada tulisan sebelumnya. Pada tulisan ini memaparkan perbandingan jenis alat sambung pada komponen beton pracetak. Tulisan ini merupakan bagian dari bab system koneksi pada mata kuliah beton dan teknologi bahan konstruksi.
Perbandingan Jenis-Jenis Alat Sambung
Dari berbagai cara penyambungan komponen beton pracetak, masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda, yang secara garis besar dapat disajikan dalam Tabel berikut ini.
Tabel Perbandingan Jenis-Jenis Alat Sambung


Deskripsi In-Situ Concrete Joints Sambungan Baut Dan Las Sambungan Prestressed
Keutuhan Struktur Monolit Tidak Monolit Monolit
Waktu Yang DIbutuhkan agar sambungan dapat berfungsi secara efektif Perlu setting time Segera dapat berfungsi Perlu setting time
Metode erection yang sesuai Metode horizontal Metode vertical Metode horizontal
Jenis sambungan Basah Kering Basah
Ketinggian banguan - Maksimal 25 meter -
Waktu pelaksanaan Lebih lama karena membutuhkan waktu untuk setting time Lebih cepat 25%-40% bila dibandingkan dengan in-sute concrete joints Lebih lama karena membutuhkan waktu untuk setting time
Toleransi dimensi Lebih tinggi bila dibandingkan dengan sambungan baut dan las Rendah, sehingga dibutuhkan akurasi yang tinggi selama proses produksi dan erection Lebih tinggi bila dibandingkan dengan sambungan baut dan las
Bentang dari struktur yang mampu didukung Terbatas Terbatas Bentang lebar

Pada sistem sambungan yang menyatukan komponen pelat lantai dengan komponen balok digunakan sambungan basah (in-situ concrete joint) sedangkan untuk menyatukan tulangan digunakan las.
Alasan utama penggunaan sambungan basah adalah karena dapat menghasilkan struktur yang monolit sehingga struktur bangunan menjadi lebih kaku.
Sedangkan alasan yang lain adalah karena sistem ini mudah dikerjakan oleh pelaksana konstruksi serta biaya yang dibutuhkan relatif lebih murah. Pemakaian jenis sambungan ini memerlukan setting time bagi beton sehingga sambungan pada lantai tidak dapat segera berfungsi.
Konsekuensi dari pemakaian sambungan basah adalah harus menggunakan metode pemasangan secara horizontal. Hal ini dilakukan untuk memberi cukup waktu bagi pengerasan sambungannya.
Namun demikian harus dipertimbangkan pula luas bangunan yang akan dipasang karena dengan luas yang relatif sempit maka pekerjaan pemasangan akan selesai kurang dari jam kerja setiap harinya.
Jika kondisi demikian terjadi maka pemakaian sambungan basah tidak elektif sehingga harus dipilih alternatif lain. Penggunaan sambungan kering pada penyatuan komponen beton pracetak terutama pelat lantai dengan balok sampai saat ini jarang digunakan.
Hal ini karena monolitas struktur kurang dapat dicapai. Lain hanya digunakan pada penyatuan tulangan pelat lantai (baik arah longitudinal maupun transversal), dan selanjutnya dilakukan pengecoran untuk melindungi tulangan dari korosi.
Keunggulan dari sistem sambungan ini adalah langsung dapat berfungsi secara efektif sehingga metode pemasangan yang digunakan dapat dipilih antara metode horizontal atau vertikal atau kombinasi dari keduanya.
Metode sambungan ini efektifuntuk bangunan gedung dengan luas iantai yang relatif kecil karena dengan sambungan ini kegiatan pemasangan dimungkinkan untuk mencapai beberapa lantai dalam satu hari (iika sumberdaya memungkinkan).
Karena jenis komponen beton pracetak yang digunakan di Indonesia terbatas hanya pada pelat lantai, sedangkan struktur rangka yang digunakan adalah open frame (pelaksanaan di lapangan dengan cara tradisional) maka tidak terjadi korelasi antara pemilihan jenis sambungan dengan pemilihan metode pemasangan.
Kondisi demikian sangat dipengaruhi oleh kemampuan kontraktor dalam menyelesaikan rangka bangunan sehingga layak dibebani oleh pelat pracetak. Dengan sistem yang ini metode pemasangan yang harus digunakan oleh kontraktor adalah metode horizontal. Pertimbangan pemakaian ini didasarkan oleh hal-hal sebagai berikut:
-  Pelaksanaan pekerjaan open frame dilaksanakan pada setiap lantai (arah horizontal) sehingga pekerjaan beton yang dikerjakan lebih awal akan mengeras lebih cepat kemudian diikuti pekerjaan selanjutnya. Pelaksanaan pemasangan pelat pracetak harus mengikuti urutan pelaksanaan balok-kolom.
-   Lantai setelah pekerjaan balok-kolom (cara tradisional) harus segera berfungsi, karena lantai ini harus segera Snendukung bekisting balok dan kolom lantai selanjutnya. Untuk mempercepat pelaksanaan struktur bangunan maka pekerjaan pemasangan lantai pracetak selalu mengikuti pekerjaan balok-kolom cara tradisional (tentunya menunggu sampai kekuatannya layak dibebani).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pekerjaan bangunan gedung yang menggunakan pelat pracetak harus selalu menggunakan metode pemasangan secara horizontal jika hendak mereduksi durasi konstruksinya.
Sistem sambungan basah yang diaplikasikan pada struktur pelat pracetak (HCS) dibedakan menjadi 2 (dua) lokasi, yaitu lokasi pada perletakan dan lokasi sambungan arah langitudinal. Sambungan pada daerah perletakan bertujuan untuk memindahkan/meneruskan beban vertikal dari pelat lantai ke balok, untuk kondisi normal ataupun tidak normal (bila terjadi kebakaran).
Sistem ini dapat diaplikasikan pada balok yang terbuat dari beton ataupun dari baja. Untuk menyatukan komponen pelat dengan balok, pada ujung pelat terdapat celah yang berfungsi untuk pengecoran beton. Jumlah celah ini dapat dibedakan menjadi 2 (dua). Pertama, celah normal dan yang kedua, celah banyak.
Sambungan longitudinal adalah sambungan yang berada pada sisi memanjang (tegak lurus perletakan) pelat. Sambungan ini menyatukan antara pelat beton pracetak dengan balok ataupun dinding. Tujuan utama sambungan longitudinal pelat dengan balok ataupun dinding adalah untuk mengatasi gaya-gaya geser yang terjadi.

0 komentar