Perumahan Kerapatan Tinggi Dan Tradisional Terpisah

December 09, 2017
Perumahan Permukiman Tradisional merupakan suatu tempat kehidupan yang utuh dan bulat yang berpola tradisional yang terdiri dari 3 unsur, yaitu: unsur kahyangan tiga (pura desa), unsur krama desa (warga), dan karang desa (wilayah) dengan latar belakang norma-norma dan nilai-nilai tradisional yang melandasinya.

Perumahan Permukiman Tradisional tersebut pada prnsipnya dilandasi oleh konsepskonsepsi seperti hubungan yang harmonis antara Bhuana Agung dengan Bhuana Alit, Manik Ring Cucupu, Tri Hita Karana, Tri Angga, Hulu-Teben sampai kepada melahirkan tata nilai Sanga Mandala yang memberi arahan tata ruang, baik dalam skala rumah (umah) maupun perumahan (desa). Dalam kajian ini, konsep-konsep tersebut dirumuskan ke dalam empat atribut atau aspek dalam perumahan permukiman tradisional, yaitu aspek sosial, simbolis, morfologis dan fungsional.
Definisi Pemukiman Dan Tata Ruang
Menurut Sinulingga permukiman adalah gabungan empat elemen pembentuknya terdiri dari lahan, prasarana, rumah dan fasilitas umum, dimana lahan adalah lokasi untuk permukiman. Sedangkan Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992, permukiman adalah lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik kawasan perkotaan maupun perkotaan sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Kemudian, pola pemukiman Menurut Prasetyanti:
1)   Sempit
Yaitu memperhatikan susunan dan penyebaran bangunan (rumah, gedung, sekolah, kantor dan pasar).
2)   Luas
Adalah memperhatikan bangunan, jaringan jalan dan pekarangan menjadi sumber penghasilan penduduk. 
Menurut Rapoport, pengertian tata ruang merupakan lingkungan fisik tempat terdapat hubungan organisatoris antara berbagai macam objek dan manusia yang terpisah dalam ruang-ruang tertentu. Ketataruangan secara konsepsual menekankan pada proses yang saling bergantung antara lain:
1)  Proses yang mengkhususkan aktivitas pada suatu kawasan sesuai dengan hubungan fungsional tersebut
2)   Proses pengadaan ketersediaan fisik yang menjawab kebutuhan akan ruang basi aktivitas seperti bentuk tempat kerja, tempat tinggal, transportasi dan komunikasi
3)   Proses pengadaan dan penggabungan tatanan ruang ini antara berbagai bagian-bagian permukaan bumi di atas, yang mana ditempatkan berbagai aktivitas dengan bagian atas ruang angkasa, serta kebagian dalam yang mengandung berbagai sumber daya sehingga perlu dilihat dalam wawasan yang integratik.
Menurut Machmud, rumah tradisional dapat diartikan sebuah rumah yang dibangun dengan cara yang sama oleh beberapa generasi. Istilah lain untuk rumah tradisional adalah rumah adat atau rumah rakyat. 
Perumahan Pemukiman Tradisional
Terwujudnya pola perumahan tradisional sebagai lingkungan buatan sangat terkait dengan sikap dan pandangan hidup masyarakat, tidak terlepas dari sendi-sendi adat istiadat, kepercayan dan sistem religi yang melandasi aspek-aspek kehidupan. Peranan dan pengaruh tersebut dalam penataan lingkungan buatan, yaitu terjadinya implikasi dengan berbagai kehidupan bermasyarakat.
Hasil dari penurunan konsep tata ruang ini sangat beragam, namun Ardi P. Parimin (1986) menyimpulkan adanya 4 atribut dalam perumahan tradisional, yaitu:
1)   Atribut Sosiologi
Menyangkut sistem kekerabatan masyarakat yang dicirikan dengan adanya sistem desa adat, sistem banjar, sistem subak, sekeha, dadia, dan perbekalan.
2)   Atribut Simbolik
Berkiatan dengan orientasi perumahan, orientasi sumbu utama desa, orientasi rumah dan halamannya.
3)   Atribut Morpologi
Menyangkut komponen yang ada dalam suatu perumahan inti (core) dan daerah periphery di luar perumahan, yang masing-masing mempunyai fungsi dan arti pada perumahan tradisional.
4)   Atribut Fungsional
Menyangkut fungsi perumahan tradisional pada dasarnya dicirikan dengan adanya 3 desa.
Konsep Dan Gagasan Yang Diusulkan
konsep perencanaan desain Perumahan Kerapatan Tinggi Dan Tradisional Terpisah
Sebagai kota yang beragam secara etnik dan budaya, menarik lebih banyak imigran dari seluruh dunia sebagai tempat yang diinginkan untuk menetap. Namun dengan daerah perkotaan yang luas, dan permintaan perumahan yang terjangkau, kerapatan perumahan perlu ditingkatkan secara dramatis. 
Tinggal di apartemen bertingkat tinggi berpasangan dengan kehidupan kota dan teknologi berkecepatan tinggi telah terbukti berkontribusi pada penurunan tajam dalam interaksi sosial di antara penduduk. Hasilnya menjadi berkurangnya kualitas hidup dan isolasi sosial menjadi salah satu ancaman terbesar untuk membentuk kehidupan kota yang harmonis di era tersebut.
Proyek saya menargetkan solusi yang mencari jalan tengah antara perumahan dengan kerapatan tinggi dan rumah pinggiran tradisional yang terpisah. Perumahan sosial yang memadukan berbagai jenis keluarga yang tinggal berdekatan untuk mendorong keterlibatan sosial di antara penduduk. Dengan demikian, tipologi baru komunitas perumahan pinggiran kota dibutuhkan agar sesuai dengan gaya hidup baru.
Usulan untuk menciptakan kehidupan di seluruh masyarakat mengenalkan kesempatan bagi tetangga dan orang asing untuk saling berbicara satu sama lain. Misalnya, di dalam peternakan berkebun komunal, penduduk berbagi tanggung jawab untuk merawat vegetasi dan juga fasilitas berkebun dan kemudian menjual atau menukar produk di pasar loak. 
Setiap hunian memiliki taman bernafas tersendiri, zona penyangga untuk tetap berhubungan dengan alam dan terbuka ke langit. Selain itu, hunian yang terus menerus menggabungkan kehidupan komunitas yang dinamis dengan kehidupan pribadi yang tenang. Proyek ini mengacu pada aktivitas sosial di masyarakat yang juga mewakili makna lain semua kehidupan di dunia.
Budaya tradisional, dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan Tatwa, Susila, dan Upacara untuk mecapai tujuan (Dharma), yaitu “Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharma”, dimana harus tercapai hubungan yang harmonis antara alam semesta yang merupakan Bhuana agung (makro kosmos) dengan manusia sebagai Bhuana alit (Mikro kosmos). Dalam hal ini, perumahan (Bhuana agung) sedangkan manusia (Bhuana alit) yang mendirikan dan menempati wadah tersebut. Hubungan antara Bhuana agung dengan Bhuana alit yang harmonis dapat tercapai melalui unsur-unsur kehidupan yang sama yatu “Tri Hita Karana”.
Perumahan tradisional sebagai wadah yang memiliki landasan Tatwa; yaitu Susila; etika dalam mencapai hubungan yang harmonis, dan Upacara; pelaksanaan lima macam persembahan (Panca Yadnya). Rumah tradisional selain menampung aktivitas kebutuhan hidup sehari-hari, juga untuk menampung kegiatan upacara adat, memiliki landasan filosofi hubungan yang harmonis antara Bhuana agung dengan Bhuana alit, konsepsi Manik Ring Cucupu, Tri Hita Karana, hirarkhi tata nilai Tri Angga, HuluTeben, sampai melahirkan konsep Sanga Mandala yang membagi ruang menjadi sembilan segmen berdasarkan tingkat nilai ke -Utamaannya. Konsepsi-konsepsi ini juga berlaku untuk perumahan tradisional.

0 komentar