Pengertian Pemilik proyek atau owner | SITUS TEKNIK SIPIL

Pengertian Pemilik proyek atau owner

Dikatakan proyek karena pada suatu kondisi tertentu sedang melakukan upaya demi tujuan tertentu, dalam hal ini sebutkan saja proyek konstruksi, seperti yang kita ketahui dalam proyek konstruksi terdapat pelaku usaha atau badan usaha dari beberapa perusahaan misalnya konsultan, kontraktor dan owner. Pada postingan ini saya akan menjelaskan alah satu badan usaha tersebut yaitu owner atau pemilik proyek konstruksi dari segi definisi dan pengenalan lebih jauh menganai ownwer.

Definisi Owner/Pemilik Proyek
Pengertian Pemilik proyek atau owner
Pemilik proyek atau owner adalah seseorang atau instansi yang memiliki proyek atau pekerjaan dan memberikanya kepada pihak lain yang mampu melaksanakanya sesuai dengan perjanjian kontrak kerja untuk merealisasikan proyek, owner mempunyai kewajiban pokok yaitu menyediakan dana untuk membiayai proyek.
Pemilik proyek apakah pemerintah, perusahaan, perseorangan, swasta, asing apabila akan membangun proyek, ia akan memilih kontraktor yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakannya. Proses menyeleksi kontraktor yang dilakukan, biasanya diserahkan pada ahlinya, yaitu dengan menunjuk konsultan.
Tugas pemilik proyek atau owner adalah:
1)  Menyediakan biaya perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan proyek.
2)  Mengadakan kegiatan administrasi.
3) Memberikan tugas kepada kontraktor atau melaksanakan pekerjaan proyek.
4) Meminta pertanggung jawaban kepada konsultan pengawas atau manajemen konstruksi (MK).
5)  Menerima proyek yang sudah selesai dikerjakan oleh kontraktor.
Wewenang yang dimiliki pemilik proyek atau owner adalah:
1)  Membuat surat perintah kerja (SPK)
2)Mengesahkan atau menolak perubahan pekerjaan yang telah direncanakan.
3)  Meminta pertanggungjawaban kepada para pelaksana proyek atas hasil pekerjaan konstruksi.
4)  Memutuskan hubungan kerja dengan pihak pelaksana proyek yang tidak dapat melaksanakan pekerjaanya sesuai dengan isi surat perjanjian kontrak.
Supaya lebih dimengerti makan pada tulisan ini selain diatas menjelaskan pengertian dan wewenang owner atau pemilik proyek, maka dibawah ini merupakan wujud dari owner tersebut. Harus diketahui bahwa yang dikatakan pemilik proyek atau owner bisa saja pemerintahan atau badan swasta berupa perusahaan, dan pada tulisan ini saya akan memaparkan salah satunya, yaitu developer.
Pengertian Developer
Istilah developer berasal dari bahasa asing yang menurut kamus bahasa inggris artinya adalah pembangun perumahan. Menurut Pasal 5 ayat (1) Permendagri No.5/1974, disebutkan pengertian Perusahaan Pembangunan Perumahan yang dapat pula masuk dalam pengertian developer, yaitu:
Perusahaan Pembangunan Perumahan adalah suatu perusahaan yang berusaha dalam bidang pembangunan perumahan dari berbagai jenis dalam jumlah yang besar di atas suatu areal tanah yang akan merupakan suatu kesatuan lingkungan pemukiman yang dilengkapi dengan prasarana-prasarana lingkungan dan fasilitas-fasilitas sosial yang diperlukan oleh masyarakat penghuninya.
Hak-Hak dan Kewajiban Developer
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 diperinci apa saja yang menjadi hak dan kewajiban Developer. Developer juga mempunyai hak-hak yang harus dihargai dan dihormati oleh konsumen, pemerintah dan masyarakat pada umumnya karena pengusaha tanpa dilindungi hak-haknya akan akibat berhentinya aktivitas perusahaan. Hal ini sejalan dengan asas-asas perlindungan konsumen, yaitu:
1)  Asas Manfaat,
2)  Asas Keadilan,
3)  Asas Keseimbangan,
4)  Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen,
5)  Asas Kepastian Hukum.
Adapun hak-hak developer yang dimuat dalam Pasal 6 Undang-Undang perlindungan Konsumen meliputi sebagai berikut:
1) Hak untuk menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang/jasa yang diperdagangkan.
2)  Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beriktikad baik.
3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
4)  Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang/jasa yang diperdagangkan.
5)  Hak-hak diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan kewajiban developer terhadap konsumen, masyarakat, dan pemerintah dimuat dalam Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen meliputi:
1)  Beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2)  Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dam pemeliharaan.
3)  Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
4) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau dperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.
6)  Memberi kompensasi, ganti kerugian, dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan/atau pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
7)  Memberi kompensasi, ganti kerugian, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Dalam UU Perlindungan Konsumen (UUPK) Developer masuk dalam kategori sebagai pelaku usaha. dibidang perumahan atau biasa disebut developer bertujuan mendapatkan keuntungan dengan sasaran pembangunan perumahan untuk masyarakat menengah ke atas.
Tanggung jawab developer kepada konsumen sebenarnya tidak hanya terpaku pada isi perjanjian pengikatan jual beli perumahan saja, tetapi secara umum tanggung jawab developer sudah ada sejak developer ingin membangun sebuah perumahan. Secara umum, pengembang/developer memiliki kewajiban yang terbagi tiga tahap, yaitu:
1)  Pra Kontraktual
Tahap ini merupakan persiapan bagi developer. Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan pengembang, yaitu; lokasi, perizinan, spesifikasi teknis bangunan, fasilitas, harga, dan prasarana dan sarana lingkungan.
2)  Kontraktual
Adalah tahap yang ditempuh apabila proses persiapan transaksi telah dilakukan, tahap selanjutnya adalah perjanjian jual beli, yaitu setelah terjadi kata sepakat antar pengembang sebagai penjual dengan konsumen sebagai pembeli. Tahap perjanjian jual beli ini dilakukan dihadapan Pejabat pembuat Akta Tanah (PPAT), dan ditandatangani oleh pengembang dan konsumen. Kemudian dilanjutkan dengan tahap penyerahan tanah sekaligus bangunan rumah dari pengembang kepada konsumen. Pada tahap ini pengembang dan konsumen sepakat untuk menandatangani berita acara serah terima tanah dan bangunan rumah. Pada tahap transaksi jual beli rumah ada dua hal yang perlu diperjelas yaitu:
a)  Sistem Pembayaran jual beli rumah
b)  Materi/ isi transaksi pengikatan jual beli rumah
3)  Post Kontraktual
Pada tahap ini merupakan hasil realisasi transaksi jual beli rumah yang telah diselenggarakan. Konsumen telah harus menikmati atau menempati tanah dan bangunan rumah yang telah dibeli dari pengembang.
Selain kewajiban, pihak pelaku usaha dalam hak ini developer juga memiliki tanggung jawab (product liability). Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum terdiri dari:
1)  Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (liability based on fault), yaitu prinsip yang menyatakan bahwa seseorang baru dapat diminta pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya;
2)  Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (presumption of liability), yaitu prinsip yang menyatakan tergugat selalu dianggap bertanggung jawab sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, dimana beban pembuktian ada pada tergugat;
3)  Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of nonliability), yaitu kebalikan dari prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab, dimana tergugat selalu dianggap tidak bertanggung jawab sampai dibuktikan bah ia bersalah;
4) Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability), yaitu prinsip yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan, namun ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab;
5)  Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability), yaitu pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausula yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika ada pembatasan maka harus berdasarkan pada perundang-undangan yang berlaku. 
Disebutkan bahwa suatu tanggung jawab moral developer terangkum dalam kode etik Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia yang dikenal dengan ‘Sapta Brata’. Adapun isi dari Sapta Brata tersebut adalah:

1) Anggota Real Estate Indonesia dalam melaksanakan usahanya senantiasa berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2) Anggota Real Estate Indonesia dalam melaksanakan usahanya senantiasa mentaati segala undang-undang maupun peraturan yang berlaku di Indonesia.
3) Anggota Real Estate Indonesia dalam melaksanakan usahanya senantiasa menjaga keselarasan antara kepentingan usahanya dengan kepentingan pembangunan bangsa dan negara.
4) Anggota Real Estate Indonesia dalam melaksanakan usahanya senantiasa menempatkan dirinya sebagai perusahaan swasta nasional yang bertanggung jawab, menghormati dan menghargai profesi usaha real estate dan menjunjung tinggi rasa keadilan, kebenaran, dan kejujuran.
5) Anggota Real Estate Indonesia dalam melaksanakan usahanya senantiasa menjunjung tinggi AD/ART Real Estate Indonesia serta memegang teguh disiplim dan solidaritas organisasi.
6) Anggota Real Estate Indonesia dalam melaksanakan usahanya dengan sesama pengusaha senantiasa saling menghormati, menghargai, dan saling membantu serta menghindarkan diri dari persaingan yang tidak sehat.
7) Anggota Real Estate Indonesia dalam melaksanakan usahanya senantiasa memberikan pelayanan pada masyarakat sebaik-baiknya.
Akibat Hukum Apabila Developer Melakukan Wanprestasi
1)  Perlindungan Hukum Bagi Konsumen
Perlindungan hukum bagi konsumen saat ini diatur dalam UU Perlindungan Konsumen di samping masih tetap menggunakan KUHPerdata sebagai ketentuan umum dalam hal-hal tertentu seperti perjanjian jual beli, perjanjian pemborongan dan berbagai bentuk perjanjian lainnya yang berhubungan dengan konsumen dan pelaku usaha. Esensi dari diundangkannya UUPK ini adalah untuk mengatur prilaku pelaku usaha dengan tujuan agar konsumen dapat terlindung secara hukum.
2)  Wanprestasi dan Bentuk-bentuk Wanprestasi Developer
Wanprestasi berasal dari kata “wanprestatie” (bahasa Belanda), yang artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang.  Developer untuk dapat dikatakan wanprestasi ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi yaitu:
a)  Syarat meteriil, yaitu adanya kesengajaan berupa:
-   Kesengajaan adalah suatu hal yang dilakukan seseorang dengan di kehendaki dan diketahui serta disadari oleh pelaku sehingga menimbulkan kerugian pada pihak lain,
-    Kelalaian, adalah suatu hal yang dilakukan dimana seseorang yang wajib berprestasi seharusnya tabu atau patut menduga bahwa dengan perbuatan atau sikap yang diambil olehnya akan menimbulkan kerugian
b)  Syarat formil, yaitu adanya peringatan atau somasi
Hal kelalaian atau wanprestasi pada pihak developer harus dinyatakan dahulu secara resmi. Biasanya peringatan (sommatie) itu dilakukan oleh seorang juru sita dari Pengadilan, yang membuat proses verbal tentang pekerjaan itu, atau juga cukup dengan surat tercatat atau surat kawat, asalkan jangan sampai dengan mudah dipungkiri oleh pihak developer.
3)  Akibat Hukum Apabila Developer Melakukan Wanprestasi
Akibat dari wanprestasi, secara hukum perdata munculnya suatu ganti rugi bagi pihak yang merasa dirugikan. Dalam KUHPerdata hanya mengatur tentang ganti rugi dari kerugian yang bersifat material (berwujud) yang dapat dinilai dengan uang, dan tidak mengatur ganti rugi dari kerugian yang bersifat immaterial, tidak berwujud (moral, ideal).
Apabila dalam lingkup hukum perdata, developer yang melakukan wanprestasi bisa dituntut dengan tuntutan ganti rugi, pembatalan perjanjian, peralihan resiko dan pembayaran biaya perkara, maka dalam linkup hukum pidana, debitur yang wanprestasi bisa dituntut melakukan tindakan penipuan, karena apa yang telah diperjanjikan ternyata tidak sesuai dengan apa yang telah diberikan. 
Demikan materi yang saya sampikan berkaitan dengan salah satu badan usaha dalam proyek konstruksi mengenai daefinisi, wewenang maupun tanggung jawab sampai dengan sudut pandan hukumnya. Syukur saya ucapkan jikalau tulisan ini berguna bagi saudara dalam dunia pendidikan maupun yang sudah bekerja, terimakasih.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pengertian Pemilik proyek atau owner"

Post a Comment