Beban
yang bekerja pada suatu struktur ditimbulkan scara langsung oleh gaya-gaya
alamiah dan manusia, dengan kata lain, terdapat dua sumber dasar beban
bangunan: geofisik dan buatan manusia. Gaya-gaya geofisik yang dihasilkan oleh
perubahan-perubahan yang senantiasa berlangsung di alam dapat dibagi menjadi
gaya-gaya gravitasi, meteorology, dan seismologi. Karena gravitasi, maka berat
bangunan itu sendiri akan menghasilkan gaya struktur yang dinamakan beban mati,
dan beban ini akan tetap sepanjang usia bangunan.
Perubahan
dalam penggunaan bangunan akan tunduk pada efek gravitasi sehingga akan
menghasilkan perbedaan pembebanan sepanjang waktu tertentu. Beban meteorology
berubah menurut waktu dan tempat serta tampil berwujud angin, suhu, kelembaban,
hujan, salju, dan es. Gaya-gaya seismologi dihasilkan oleh gerak tanah yang
tidak teratur, seperti gempa.
Pembebanan
yang sumbernya buatan manusia dapat berupa ragam kejutan yang ditimbulkan oleh
kendaraan bermotor, elevator (lift), mesin, dan sebagainya, atau dapat pula
oleh pergerakan manusia dan barang, ataupun akibat ledakan dan benturan.
Dalam
melakukan analisis desain suatu strktur, perlu ada gambaran yang jelas mengenai
perilaku dan besar beban yang bekerja pada struktur. Hal penting yang mendasar
adalah pemisahan antara beban-beban yang bersifat statis dan dinamis. Gaya
statis adalah gaya yang bekerja secara perlahan-lahan pada struktur dan
mempunai karakter steady-state.
Deformasi
resultan pada struktur yang di asosiasikan dengan gaya-gaya ini juga secara perlahan-lahan
timbul dan juga mempunyai karakter steady-state. Deformasi ini akan mencapai
puncaknya apabila gaya statis telah maksimum. Gaya dinamis adalah gaya yang
bekerja secara tiba-tiba pada struktur.
Pada
umumnya tidak bersifat steady-state dan mempunyai karakteristik besar dan
lokasinya berubah dengan cepat. Deformasi pada struktur akibat beban ini juga
berubah-ubah dengan cepat. Gaya dinamis dapat menyebabkan terjadinya osilasi
pada struktur sehingga deformaasi puncak tidak terjadi bersamaan dengan terjadinya
gaya terbesar.
Dalam
perencanaan suatu struktur bangunan, sebaiknya mengikuti peraturan-peraturan
pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang mampu
menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Secara umum beban-beban
yang harus diperhitungkan dalam perancangan suatu struktur bangunan adalah
sebagai berikut:
Deskripsi
Pembebanan
![]() |
Pembebanan Gedung & Peta Gempa Indonesia |
Beban-beban
yang bekerja pada struktur bangunan ini adalah sebagai berikut:
1) Beban Mati
Beban
mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap
termasuk segala unsur tambahan penyelsaian-penyelsaian,mesin-mesin serta
peralatan tetap yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari gedung
itu.Informasi mengenai erat satuan berbagai material yang sering digunakan pada
bangunan untuk perhitungan beban mati dicantumkan sebagai berikut:
Tabel Beberapa intensitas beban mati:
Material Gedung | Berat (kg/m3) |
---|---|
Baja | 7850 |
Batu alam | 2600 |
Batu belah, batu bulat, batu gunung (berat teumpuk) | 1500 |
Batu karang (berat tumpuk) | 700 |
Batu pecah | 1450 |
Besi tuang | 7250 |
Beton (1) | 2200 |
Beton Bertulang (2) | 2400 |
Kayu (kelas I) (3) | 1000 |
Kerikil, koral (kering udara sampai lembab, tanpa diayak) | 1650 |
Pasangan bata merah | 1700 |
Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung | 2200 |
Pasangan batu cetak | 2200 |
Pasangan batu karang | 1450 |
Pasir (kering udara sampai lembab) | 1600 |
Pasir (jenuh air) | 1800 |
Pasir kerikil, koral (kering udara sampai lembab) | 1850 |
Tanah lempung dan lanau (kering udara sampai lembab) | 1700 |
Tanah lempung dan lanau (basah) | 2000 |
Timah hitam | 11400 |
Komponen Gedung | Kg/m2 |
Adukan per cm tebal | |
Dari semen | 21 |
Dari kapur, semen merah atau tras | 17 |
Aspal, termasuk bhan-bahan mineral penambah, per cm tebal | 14 |
Dinding pasangan bata merah | |
Satu bata | 450 |
Setengah bata | 250 |
Dinding pasangan batako | |
Berlubang: | |
Tebal dinding 20 cm (HB 20) | 200 |
Tebal dinding 10 cm (HB 10) | 120 |
Tanpa Lubang: | |
Tebal dinding 15 cm | 300 |
Tebal dinding 10 cm | 200 |
Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya tanpa penggantung langit-langit atau pengaku), terdiri dari: | |
Semen asbes (eternit dan bahan lain sejenis), dengan tebal maksimum 4 mm | 11 |
Kaca, dengan tebal 3 – 5 mm | 10 |
Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit-langit dengan bentang maksimum 5 m dan untuk beban hidup maksimum 200 kg/m2 | 40 |
Penggantung langit-langit (dari kayu), dengan bentang maksimum 5 m dan jarak s.k.s. minimum 0,80 m | 7 |
Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso per m2 bidang atap | 50 |
Penutup atas sirap dengan reng dan usuk/kaso, per m2 bidang atap | 40 |
Penutup atap seng gelombang (BJLS-25) tanpa gordeng | 10 |
Penutup lantai dari ubin semen, teraso dan beton, tanpa adukan, per cm tebal | 24 |
Semen asbes gelombang (tebal 5 mm) | |
Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso per m2 bidang atap | 11 |
2) Beban Hidup
Beban
hidup adalah beban-beban yang bisa ada atau tidak ada pada struktur untuk suatu
waktu yang diberikan. Meskipun dapat berpindah-pindah, beban hidup masih bisa
dikatakan bekerja secara perlahan-lahan pada struktur.
Beban
pengguna (occupancy loads) adalah beban hidup. Yang termasuk kedalam beban
pengguna adalah berat manusia, perabot, material yang disimpan, dan sebagainya.
Beban salju juga termasuk kedalam beban hidup. Semua beban hidup mempunyai
karakteristik dapat pindah atau bergerak. Secara khas beban ini bekerja
vertikal ke bawah, tetapi kadang-kadang dapat berarah horizontal.
Beban
hidup aktual pada struktur pada sembarang waktu pada umumnya lebih kecil
daripada besar beban yang dirancang pada struktur. Akan tetapi, pada suatu
waktu besar kemungkinan beban yang bekerja itu sama dengan beban rencan pada
struktur.
Tabel Beberapa intensitas beban hidup:
Beban Hidup | Berat (Kg/m3) |
---|---|
Lantai dan tangga rumah tinggal, kecuali yang disebut dalam b | 200 |
Lantai dan tangga rumah tinggal sederhana dan gudang-gudang tidak penting yang bukan untu toko, pabrik atau bengkel | 125 |
Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba, restoran, hotel, asrama dan rumah sakit | 250 |
Lantai ruang olahraga | 400 |
Lantai ruang dansa | 500 |
Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan yang lain daripada yang disebut dalam a s/d e, seperti mesjid, gereja, ruang pagelaran, ruang rapat, bioskop dan panggung penonton dengen tempat duduk tetap | 400 |
Panggung penonton dengan tempat duduk tidak tetap atau untuk penonton yang berdiri | 500 |
Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam c | 300 |
Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam d, e, f dan g | 500 |
Lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam c, d, e, f dan g | 250 |
Lantai untuk pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip, toko buku, toko besi, ruang alat-alat dan ruang mesin, harus direncanakan terhadap beban hidup yang ditentukan tersendiri, dengan minimum | 400 |
Lantai Gedung Parkir Bertingkat | |
Untuk lantai bawah | 800 |
Untuk lantai tingkat lainnya | 400 |
Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus direncanakan terhadap beban hidup dari lantai ruang yang berbatasan | 300 |
3) Beban Gempa
Beban
Gempa adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada gedung yang
menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa tersebut. Pada saat bangunan
bergetar, timbul gaya-gaya pada struktur bangunan karena adanya kecenderungan
massa bangunan untuk mempertahankan dirinya dari gerakan.
Gaya
yang timbul ini disebut inersia. Besar gaya-gaya tersebut bergantung pada
banyak faktor. Massa bangunan merupakan faktor yang paling utama karena gaya
tersebut melibatkan inersia. Faktor lain adalah bagaimana massa tersebut
terdistribusi, kekakuan struktur, kekakuan tanah, jenis fondasi, adanya
mekanisme redaman pada bangunan, dan tentu saja perilaku dan besar getaran itu
sendiri.
Yang
terakhir ini sulit ditentukan secara tepat karena sifatnya yang acak (random)
sekalipun kadangkala dapat juga tertentu. Geraskan yang diakibatkan tersebut
berperilaku tiga dimensi, gerakan tanah horizontal biasanya merupakan bentuk
terpenting dalam tinjauan desain struktural.
Massa
dan kekakuan struktur, juga periode alami getaran yag berkaitan, merupakan
faktor terpenting, yang mempengaruhi respon keseluruhan struktur terhadap
gerakan dan besar serta perilaku gaya-gaya yang timbul sebagai akibat gerakan
tersebut.
Salah
satu cara untuk memahami fenomena-fenomena yang terlibat dapat ditinjau
terlebih dahulu bagaimana suatu struktur kaku memberikan respon terhadap gerak
getaran sederhana, struktur mempunyai fleksibilitas seperti umumnya struktur
gedung.
Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6
wilayah gempa saperti yang ditunjukan gambar 1, dimana wilayah gempa 1 adalah
wilayah dengan kegempaan paling rendah dan wilayah 6 adalah wilayah kegempaan
paling tinggi.
Dalam
hal pembebanan gempa, penentuan lokasi akan berpengaruh terhadap perhitungan
beban gempa. Perencanaan struktur gedung di wilayah gempa 1 dan 6 akan sangat
jauh berbeda.
Faktor
respon gempa ditunjukan pada gambar 2 SNI-03-1726-2002.Dalam gambar tersebut C
adalah faktor respons gempa dinyatakan dalam percepatan gravitasi dan T adalah
waktu getar alami struktur gedung yang dinyatakan dalam detik.
Struktur
gedung beraturan dapat direncanakan terhadap pembebanan gempa nominal akibat
pengaruh gempa rencana dalam arah masing-masing sumbu utama denah struktur
tersebut, berupa beban gempa nominal statik ekuivalen yang ditetapkan pasal 6
SNI-1726-2002.
Beban
gempa di dapat dari hasil perhitungan gaya geser dasar nominal V yang diperoleh
dari rumus:
V
= C x I x W/R
Dimana:
V = gaya geser dasar nominal
C = faktor respons gempa
I = faktor keutamaan gedung
W = berat total gedung termasuk beban hiup yang
bekerja
R
= faktor reduksi gempa
Gaya
geser dasar nominal V ini harus di distribusikan sepanjang tinggi struktur
gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen Fi yang bekerja pada
pusat massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan:
Fi
= (Wi . Zi) / (sigma Wi . zi) × V
Dimana:
Fi =
gempa nominal statik ekuivalen
Wi =
berat lantai tingkat ke-i termasuk beban hidup
Zi =
ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral
V = gaya geser dasar nominal
4) Beban Angin
Beban
Angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang
disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara (kg/m2). Struktur yang
ada pada lintasan angin akan menyebabkan angin berbelok atau dapat berhenti.
Sebagai
akibatnya, energi kinetik angin akan berubah bentuk menjadi energi potensial
yang berupa tekanan atau isapan pada struktur. Besar tekanan atau isapan yang
diakibatkan oleh angin pada suatu titik bergantung pada kecepatan angin, rapat
massa udara, lokasi yang ditinjau pada struktur, perilaku permukaan struktur,
bentuk geometris, dimensi dan orientasi struktur, dan kelakuan keseluruhan
struktur.
Beban
Angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif
(hisapan), yang bekerja tegak lurus pada bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan
positif dan negatif yang dinyatakan dalam kg/m2 ini ditentukan
dengan mengalikan tekanan tiup dengan koefisien-koefisien angin.
Tekan
tiup harus diambil minimum 25 kg/m2, kecuali untuk daerah di laut
dan di tepi laut sampai sejauh 5 km dari tepi pantai. Pada daerah tersebut
tekanan hisap diambil minimum 40 kg/m2.
Sedangkan koefisien angin untuk gedung
tertutup:
1)
Dinding Vertikal
a)
Di pihak angin . . . . . . . . + 0,9
b) Di
belakang angin . . . . . . - 0,4
2)
Atap segitiga dengan sudut kemiringan
a)
Di pihak angin: α
< 65α . . . . . . 0,02 α - 0,4
65α
< α < 90α . . . . . . + 0,9
b) Di
belakang angin, untuk semua α .
. . . . . - 0,4
5) Kombinasi Pembebanan
Pada
perencanaan struktur, beban-beban yang ada harus dikombinasikan dengan
faktor-faktor tertentu sehingga akan menghasilkan beban ultimate sebagai dasar
perencanaan.
Kombinasi
pembebanan yang ditetapkan pada analisis struktur adalah sebagai berikut:
a)
Kuat perlu U untuk menahan beban mati D
paling tidak harus sama dengan:
U
= 1,4D
Kuat
perlu U untuk menahan beban mati D, beban hidup L, dan juga beban atap A atau
beban hujan R, paling tidak harus sama dengan:
U
= 1,2D + 1,6L + 0,5 (A atau R)
b)
Bila ketahanan struktur terhadap beban
angin W harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka pengaruh kombinasi beban
D,L, dan W berikut harus ditinjau untuk menentukan U yang terbesar, yaitu:
U
= 1,2D + 1,0L ±1,6W + 0,5 (A atau R)
Kombinasi
beban juga harus memperhitungkan kemungkinan beban hidup L yang penuh dan
kosong untuk mendapatkan kondisi yang paling berbahaya, yaitu:
U
= 0,9D ±1,6 W
c) Bila
ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan dalam
perencanaan, maka nilai kuat perlu U harus diambil sebagai:
U
= 1,2D +1,0L±1,0E atau U = 0,9±1,0E
Tulisan ini semoga bermanfaat dan membantu
bagi saudara yang sedang menempuh pendidikan sehingga bisa memahami beban –
beban apa saja yang terjadi pada suatu bangunan gedung.
0 Response to "Deskripsi Pembebanan Pada Gedung"
Post a Comment