Perencanaan konstruksi jalan rel baik jalur
tunggal maupun jalur ganda harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat
dipertanggung jawabkan secara teknis, nonteknis, dan ekonomis. Secara teknis
diartikan konstruksi jalan rel tersebut harus dapat dilalui kendaraan rel
dengan aman dengan tingkat kenyamanan tertentu selama umur konstruksinya.
Secara
nonteknis diartikan bahwa dalam pembangunan jalan rel tersebut harus
memperhatikan kendala dan masalah-masalah yang dirasakan langsung maupun tidak
langsung oleh masyarakat. Seperti halnya pembebasan tanah ataupun pengambilan
hak penggunaan lahan PT.KAI guna lahan area track baru yang selama ini
dimanfaatkan oleh masyarakat, juga tingkat kebisingan yang timbul akibat
pelaksanaan konstruksi dan operasionalnya kelak, serta konstruksi jalan rel
tersebut tidak menimbulkan permasalahan sosial dan lingkungan sehingga
masyarakat dapat menerima dengan baik dan tidak terganggu oleh keberadaannya.
Secara
ekonomis diharapkan agar pembangunan dan pemeliharaan konstruksi jalan rel
tersebut dapat diselenggarakan dengan biaya sekecil mungkin namun masih dapat
terjamin keamanan dan kenyamanannya.
Geometrik Jalan Rel
Perencanaan
geometri jalan rel akan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam
Peraturan Dinas No. 10 (PD 10) yang dalam hal ini kecepatan rencana akan
ditingkatkan menjadi 80 km/jam sampai dengan 120 km/jam, sehingga di beberapa
lengkungan perlu diadakan penyesuaianpenyesuaian terutama jari-jari (radius)
sesuai dengan kecepatan rencana untuk mendapatkan keamanan, kenyamanan,
ekonomis dan keserasian dengan lingkungan di sekitarnya.
Alinyemen Horizontal
Dua
bagian lurus yang perpanjangannya membentuk sudut harus dihubungkan dengan
lengkung yang berbentuk lingkaran dengan atau tanpa peralihan. Secara umum alinyemen
horizontal harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1) Jari-jari Lengkung Horizontal
Untuk
menghitung jari-jari minimum dengan berbagai kecepatan rencana, ditinjau dari 2
kondisi, menurut PD 10 Bab II pasal 3, yaitu:
Gaya sentrifugal diimbangi sepenuhnya oleh
gaya berat
G sin α = (m . V² / R) cos α
G sin α = G . V² / (g . R) cos α
Tan α = V² /
(g . R) ; tan α =
h / w
h
= w . V² / (g . R)
Dengan satuan praktis:
h = 8,8 . V² / R
R
= 8,8 . V² / h
Dengan peninggian maksimum, h maks = 110 mm,
maka:
R = 8,8 . V² / 110
R
min = 0,08 . V²
Gaya sentrifugal diimbangi oleh gaya berat
dan daya dukung rel
G sin α + H cos α = m . ( V² / R ) cos α
G sin α = { ( m . V² / R ) – H } cos α
G tan α = { G . V² / ( g . R ) } – H
H = m . a = ( G / g ) . a
Tan α = h / w
G . h / w = { G . V² / (g . R ) } – ( G / g
) . a
a = ( V² / 13 R ) – g . ( h / w )
a
= percepatan sentrifugal ( m/dt2 )
Dalam hal ini percepatan sentrifugal
maksimum yang digunakan adalah 0,0478 g, karena pada harga ini penumpang masih
merasa nyaman. Jadi a maks = 0,0478 g. Dengan peninggian maksimum, h maks = 110
mm, maka persamaan menjadi:
R
min = 0,054 V²
Jari-jari minimum pada lengkung yang tidak
memerlukan busur peralihan.
Kondisi
dimana lengkung peralihan (Lh) tidak diperlukan. Jika tidak ada peninggian yang
harus dicapai, (h = 0); maka berdasarkan rumus peninggian minimum:
h = ( 8,8 . V² / R ) – 53,54
R=
0,164 . V²
Keterangan:
R = jari-jari lengkung horisontal (m)
V = kecepatan rencana (km/jam)
h = peninggian rel pada lengkung horisontal
(mm)
w = jarak antara kedua titik kontak roda dan
rel (1120 mm)
g
= percepatan gravitasi (9,81 m/dt2).
2) Lengkung Peralihan
Lengkung
peralihan adalah suatu lengkung dengan jari-jari berubah beraturan. Lengkung
peralihan dipakai sebagai peralihan antara bagian yang lurus dengan daerah
lengkungan dan atau sebaliknya, dan sebagai peralihan antara dua jari-jari
lingkaran yang berbeda. Lengkung peralihan diperlukan agar gaya sentrifugal
yang terjadi dapat beralih secara bertahap sedemikian rupa sehingga penumpang
di dalam kereta api tetap terjamin kenyamanannya. Dalam perencanaan hendaknya
hal tersebut mengacu pada PD No. 10 Bab II pasal 3a.
Dengan menggunakan satuan praktis:
Lh = 0,06 (V^3 / R)
h = 5,94 (V² / R)
Maka:
Lh = 0,01 . h . V
Keterangan:
Lh = panjang minimum lengkung peralihan (m)
h = peninggian rel (mm)
V
= kecepatan rencana (km/jam)
Untuk
berbagai kecepatan rencana, besar R min yang diijinkan seperti dalam tabel
berikut:
Tabel Persyaratan perencanaan lengkungan
Kec. Rencana (km/jam)
|
R min (m) tanpa lengkung peralihan
|
R min (m) dengan lengkung peralihan
|
120
110
100
90
80
70
60
|
2370
1990
1650
1330
1050
810
600
|
780
660
550
440
350
270
200
|
Tanpa lengkung peralihan
Rumus:
Tc = Rc . tan ( ∆ /
2 )
Lc = 2 . π . Rc . ∆ /
360°
Ec = Tc . tan (∆ /
4 )
Sta. TC= titik awal lengkung
Sta.
CT= TC + Lc
Dimana:
∆ = sudut luar di
PI = sudut pusat lingkaran di O
Tc = panjang tangen = jarak dari Tc ke PI
Lc = panjang busur lingkaran
Ec = jarak luar
Rc
= jari-jari lingkaran
Dengan lengkung peralihan dengan spiral
Rumus:
Lh = Ls = 0,01 . v . h (m)
θs = 28,648 Ls / Rc (derajat)
θs = Ls / (2 . Rc) (rad)
Yc = Ls . θs / 3 (m)
Xc = Ls – ( Ls . θs2
)/10 (m)
k = Xc – Rc sin θs
(m)
p = Yc – Rc (1 – cos θs)
(m)
Ts = ( Rc + p ) tan ∆/2
+ k (m)
Es = ( Rc + p ) sec ∆/2
- Rc (m)
∆c = ∆ -
2 θs
(derajat)
Lc
= ∆c /
360° . (2πRc
) (m)
dimana:
PI =
titik perpotongan garis tangen utama
TS =
titik perubahan dari tangen ke spiral
SC =
titik perubahan dari spiral ke circle
CS =
titik perubahan dari circle ke spiral
Rc `=
jari-jari lengkung lingkaran
L = panjang busur spiral dari TS ke suatu
titik sembarang
Lh = Ls = panjang lengkung peralihan
Ts =
jarak dari TS ke PI
Es =
panjang eksternal total dari PI ke tengah busur lingkaran
Lc =
panjang lengkung lingkaran
K =
jarak dari TS ke titik proyeksi pusat lingkaran pada tangen
P =
jarak dari busur lingkaran tergeser terhadap garis tangen
∆ = sudut pertemuan antara tangen utama
Θs = sudut spiral
Xc, Yc =
koordinat SC atau CS terhadap TS – PI atau PI – TS
Xi, Yi =
koordinat setiap titik pada spiral terhadap TS – PI
Sta TS =
titik awal lengkung Sta SC = TS + Ls
Sta CS =
TS + Ls + Lc
Sta
ST = TS + Ls + Lc + Ls
Cara membuat alinyemen horizontal:
a) Tentukan
posisi PI beserta sudut pertemuan antara tangen utamanya (∆).
b) Tarik
garis dari PI sepanjang Ts sehingga didapat titik TS.
c)
Dari TS, tarik garis sepanjang k dan ½ p
sehingga didapat tengahtengah lengkung spiral antara TS – SC.
d) Titik
SC dibuat dari penarikan garis sepanjang Xc, Yc dari titik TS.
e) Gunakan
Xi dan Yi untuk mendapatkan titik-titik sembarang sepanjang lengkung spiral.
3) Peninggian Rel
Pada
saat kereta api memasuki bagian lengkung, maka pada kereta api tersebut akan
timbul gaya sentrifugal yang mempunyai kecenderungan melemparkan kereta api ke
arah luar lengkung. Hal ini sangat membahayakan dan tidak nyaman bagi
penumpang. Untuk mengatasinya dilakukan peninggian pada rel luar. Dengan adanya
peninggian ini gaya sentrifugal yang timbul akan diimbangi oleh komponen gaya
berat kereta api dan kekuatan rel, penambat, bantalan dan balas.
Ada 3 macam peninggian, yaitu:
1) Peninggian
maksimum Berdasarkan stabilitas kereta api pada saat berhenti di bagian
lengkung kemiringan maksimum, dibatasi sampai 1 % atau h maks = 110 mm.
2) Peninggian
minimum Berdasarkan gaya maksimum yang mampu dipikul rel dan kenyamanan bagi
penumpang di dalam kereta.
Rumus:
h min = 8,8 (V² / R) – 53,5
3) Peninggian
normal Kondisi rel tidak ikut memikul gaya sentrifugal sepenuhnya diimbangi
oleh komponen gaya berat.
Rumus:
h
normal = 5,95 (V² / R)
keterangan:
h min = peninggian minimum (mm)
h normal = peninggian normal (mm)
V = kecepatan rencana (km/jam)
R
= jari-jari lengkung (m)
Berdasarkan
ketentuan di atas peninggian lengkung ditentukan berdasarkan h normal.
Harga-harga di atas adalah harga teoritis, di lapangan harga-harga tersebut
tidak dapat diterapkan begitu saja. Oleh karena itu harus dipertimbangkan segi
pelaksanaannya.
4) Lebar Sepur
Lebar
sepur adalah jarak antara kedua batang rel, diukur dari sebelah dalam
kepalanya. Untuk seluruh kelas jalan rel lebar sepur adalah 1067 mm yang
merupakan jarak terkecil antara kedua sisi kepala rel, diukur pada daerah 0 –
14 mm di bawah permukaan teratas kepala rel.
5) Pelebaran Sepur
Pelebaran Sepur di rencanakan pada bagian
lengkung agar roda kereta dapat elewati lengkung tampa mengalami hambatan.
Pelebaran sepur dicapai dengan menggeser rel dalam kearah dalam.
Pelebaran sepur dapat dihitung dengan persamaan
(PD 10) sebagai berikut: d= 3000 mm
W
= 4500/R – 8mm
Dimana:
w = pelebaran sepur (mm)
Besar pelebaran sepur untuk bagian jari-jari
tikungan sebabagi berikut:
Tabel pelebaran sepur dan jari-jari tikungan
Pelebaran sepur
|
Jari – Jari tikungan (meter)
|
0
5
10
15
20
|
R ≥ 600
550 < R < 600
400 < R < 550
350 < R < 400
100 < R < 350
|
Faktor yang mempengaruhi pelebaran sepur
1) Jari-jari
lengkung
2) Ukuran/Jarak
gandar muka belakng yang teguh (d)(rigid Wheel/ Base)
3) Kondisi
Keausan roda dan rel
4) Gerbong
Dalam Tikungan
a) Kedudukan
I
Gandar
depan menempel pada rel luar sedangkan gandar belakang bebas diatara kedua rel,
disebut jalan bebas.
b) Kedudukan
II
Gandar
depan menjacapi rel luar sedangkan gandar belakang menempel pada rel dalam akan
tetapi tidak sampai menekan. Gandar belakang ini berkedudukan radial terhadap
titik pusat tikungan (M).
c)
Kedudukan III
Gandar
depan menempel pada rel luar sedangkan gandar belakang menekan dan menempel
pada rel dalam. Kedua gandar tidak ada yang letaknnya radial terhadap titik
pusat tikungan.
d) Kedudukan
IV
Gandar
depan menempel pada rel luar sedangkan gandar belakang menempel rel luar.
Kedudukan ini disebut jalan tali busur uang hanya dicapai pada kecepatan
tinggi.
Alinemen Vertikal
Alinemen
vertikal adalah proyeksi sumbu jalan rel pada bidang vertikal yang melalui
sumbu jalan rel tersebut. Alinemen vertikal terdiri dari garis lurus dengan
atau tanpa kelandaian serta lengkung vertikal berupa busur lingkaran.
Letak lengkung vertikal diusahakan tidak
berhimpit atau bertumpangan dengan lengkung horizontal. Besar jari-jari minimum
busur lingkaran (lengkung vertikal) tergantung pada besarnya kecepatan rencana
yang digunakan seperti pada tabel berikut ini.
Kecepatan Rencana (km/jam)
|
Jari-jari minimum lengkung vertikal (m)
|
> 100
< 100
|
8000
6000
|
Alinyemen
vertikal terdiri dari garis lurus dengan atau tanpa kelandaian lengkung
vertikal yang berupa busur lingkaran.
1) Lengkung Vertikal
Pada setiap pergantian landai harus dibuat
lengkung vertikal yang memenuhi keamanan dan kenyamanan. Panjang lengkung
vertikal berupa busur lingkaran yang menghubungkan dua kelandaian lintas
berbeda, ditentukan berdasarkan besarnya jari-jari lengkung vertikal dan
perbedaan kelandaian.
Kriteria
alinyemen vertikal:
a) Beberapa
kelandaian yang berlainan dalam jarak pendek disederhanakan menjadi satu
kelandaian.
b) Jika
penurunan beralih ke pendakian atau pendakian beralih ke penurunan disediakan
bagian mendatar dengan panjang minimum 200 m.
c) Tinggi puncak rel sedapat mungkin tidak diturunkan,
kecuali tidak memenuhi syarat-syarat yang disebutkan sebelumnya. Besarnya
jari-jari minimum dari lengkung vertikal tergantung dari besarnya kecepatan
rencana ( PD 10 Bab II pasal 6).
d) Melanjut
untuk yang ke 2
2) Landai
Besarnya
landai ditentukan oleh tangens sudut antara jalan kereta api dan garis
mendatar. Jadi besarnya landai pada umumnya dinyatakan dalam bentuk pecahan,
misalnya 1/25, 1/40, dan sebagainya. Dapat pula dinyatakan dalam bentuk mm/m
atau 0/00. jadi landai 1/25 sama dengan landai 40 0 /00. Pengelompokan lintas
berdasarkan pada kelandaian dari sumbu dan rel (PD 10 Bab II pasal 4a).
Tabel Pengelompokan lintas berdasarkan pada
kelandaian
Kelompok
|
Kelandaian (‰)
|
Lintas Datar
Lintas Pegunungan
Lintas dengan Rel gigi
|
0 – 10
10 – 40
40 - 80
|
3) Landai Penentu
Landai
penentu adalah landai pendakian terbesar yang ada pada lintas lurus, yang
berpengaruh terhadap kombinasi gaya tarik lokomotif terhadap rangkaian kereta
yang dioperasikan.
Tabel landai penentu maksimum
Kelas jalan Rel
|
Kelandaian penentu maksimum (‰)
|
1
2
3
4
5
|
10
10
20
25
25
|
4) Landai Curam
Landai curam adalah kelandaian dalam keadaan
yang memaksa dari lintas lurus dapat melebihi landai penentu.
Panjang maksimum landai curam
L
= Va² - Vb² / 2g (Sk – Sm)
Dimana:
L =
panjang maksimum landai curam (m)
Va =
kecepatan minimum yang diijinkan di kaki ladai curam (m/detik)
Vb =
kecepatan minimum di puncak landai curam (m/detik) ½ Va > Vb
G =
percepatan gravitasil
Sk =
besar landai curam (‰)
Sm = besar landai penentu (‰)
5) Profil Ruang
Untuk
menentukan batas bangunan di samping jalan kereta api, batas bentuk bakal
pelanting dan batas ruang muatan diperlukan beberapa profil ruang, yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah oleh Menteri Perhubungan. Ada tiga macam
profil ruang, yaitu:
a) Ruang Bebas Bangunan
Ruang diatas sepur yang senantiasa bebas
dari segala rintangan dan benda penghalang yang disediakan untuk lalul lintas
rangkaian kereta api. Dalam profil ini tidak diperkenankan adanya bangunan dan
benda-benda tetap, sedangkan bakal pelanting tidak boleh menonjol keluar.
Untuk
jalan kereta api kelas I dan kelas II ditetapkan profil ruang bebas
sendiri-sendiri dan pada masing-masing profil tadi ada bagian yang ditetapkan
untuk jalan bebas (di luar emplasemen) serta sepur utama di stasiun dan untuk
sepur-sepur lainnya. Untuk bangunan-bangunan baru, seperti tiang-tiang telegrap
dan sebagainya, penempatan harus 0,50 m di luar profil ruang bebas, sedangkan
untuk bagian-bagian jembatan ditetapkan 0,20 m.
b) Profil
ruang kelonggaran
Profil
ini berguna untuk membatasi bentuk bakal pelanting agar tidak ada bagian yang
menonjol keluar. Pada pembuatan bakal pelanting baru, perencana terikat pada
profil ruang kelonggaran.
c)
Profil ruang muatan
Profil
ini dimaksudkan untuk membatasi volume muatan Profil ruang kelonggaran dan
profil ruang muatan kedua-duanya harus ada dalam profil ruang bebas. Dengan
adanya profil ruang-ruang tersebut dapat dihindarkan adanya tabrakan antara
bakal pelanting dan benda-benda tetap yang terdapat di sepanjang pinggir jalan
kereta api.
6) Penampang Melintang
Secara umum penampang melintang menerapkan
PD 10 1986 yang telah memperhatikan aspek-aspek geometri, geoteknik, dan
drainase.
0 Response to "Perencanaan dan Pelaksanaan Proyek Jalan Rel "
Post a Comment