Perencanaan dan Pelaksanaan Proyek Jalan Rel

September 26, 2017
Perencanaan konstruksi jalan rel baik jalur tunggal maupun jalur ganda harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara teknis, nonteknis, dan ekonomis. Secara teknis diartikan konstruksi jalan rel tersebut harus dapat dilalui kendaraan rel dengan aman dengan tingkat kenyamanan tertentu selama umur konstruksinya. 

Secara nonteknis diartikan bahwa dalam pembangunan jalan rel tersebut harus memperhatikan kendala dan masalah-masalah yang dirasakan langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat. Seperti halnya pembebasan tanah ataupun pengambilan hak penggunaan lahan PT.KAI guna lahan area track baru yang selama ini dimanfaatkan oleh masyarakat, juga tingkat kebisingan yang timbul akibat pelaksanaan konstruksi dan operasionalnya kelak, serta konstruksi jalan rel tersebut tidak menimbulkan permasalahan sosial dan lingkungan sehingga masyarakat dapat menerima dengan baik dan tidak terganggu oleh keberadaannya.
Secara ekonomis diharapkan agar pembangunan dan pemeliharaan konstruksi jalan rel tersebut dapat diselenggarakan dengan biaya sekecil mungkin namun masih dapat terjamin keamanan dan kenyamanannya.
Geometrik Jalan Rel
Perencanaan dan Pelaksanaan Proyek Jalan Rel
Perencanaan geometri jalan rel akan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Dinas No. 10 (PD 10) yang dalam hal ini kecepatan rencana akan ditingkatkan menjadi 80 km/jam sampai dengan 120 km/jam, sehingga di beberapa lengkungan perlu diadakan penyesuaianpenyesuaian terutama jari-jari (radius) sesuai dengan kecepatan rencana untuk mendapatkan keamanan, kenyamanan, ekonomis dan keserasian dengan lingkungan di sekitarnya.
Alinyemen Horizontal
Dua bagian lurus yang perpanjangannya membentuk sudut harus dihubungkan dengan lengkung yang berbentuk lingkaran dengan atau tanpa peralihan. Secara umum alinyemen horizontal harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1)  Jari-jari Lengkung Horizontal
Untuk menghitung jari-jari minimum dengan berbagai kecepatan rencana, ditinjau dari 2 kondisi, menurut PD 10 Bab II pasal 3, yaitu:
Gaya sentrifugal diimbangi sepenuhnya oleh gaya berat
G sin α = (m . V² / R) cos α
G sin α = G . V² / (g . R) cos α
Tan α = V² / (g . R) ; tan α = h / w
h = w . V² / (g . R)
Dengan satuan praktis:
h = 8,8 . V² / R
R = 8,8 . V² / h
Dengan peninggian maksimum, h maks = 110 mm, maka:
R = 8,8 . V² / 110
R min = 0,08 . V²
Gaya sentrifugal diimbangi oleh gaya berat dan daya dukung rel
G sin α + H cos α = m . ( V² / R ) cos α
G sin α = { ( m . V² / R ) H } cos α
G tan α = { G . V² / ( g . R ) } H
H = m . a = ( G / g ) . a
Tan α = h / w
G . h / w = { G . V² / (g . R ) } – ( G / g ) . a
a = ( V² / 13 R ) – g . ( h / w )
a = percepatan sentrifugal ( m/dt2 )
Dalam hal ini percepatan sentrifugal maksimum yang digunakan adalah 0,0478 g, karena pada harga ini penumpang masih merasa nyaman. Jadi a maks = 0,0478 g. Dengan peninggian maksimum, h maks = 110 mm, maka persamaan menjadi:
R min = 0,054 V²
Jari-jari minimum pada lengkung yang tidak memerlukan busur peralihan.
Kondisi dimana lengkung peralihan (Lh) tidak diperlukan. Jika tidak ada peninggian yang harus dicapai, (h = 0); maka berdasarkan rumus peninggian minimum:
h = ( 8,8 . V² / R ) – 53,54
R= 0,164 . V²
Keterangan:
R = jari-jari lengkung horisontal (m)
V = kecepatan rencana (km/jam)
h = peninggian rel pada lengkung horisontal (mm)
w = jarak antara kedua titik kontak roda dan rel (1120 mm)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/dt2).
2)  Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan adalah suatu lengkung dengan jari-jari berubah beraturan. Lengkung peralihan dipakai sebagai peralihan antara bagian yang lurus dengan daerah lengkungan dan atau sebaliknya, dan sebagai peralihan antara dua jari-jari lingkaran yang berbeda. Lengkung peralihan diperlukan agar gaya sentrifugal yang terjadi dapat beralih secara bertahap sedemikian rupa sehingga penumpang di dalam kereta api tetap terjamin kenyamanannya. Dalam perencanaan hendaknya hal tersebut mengacu pada PD No. 10 Bab II pasal 3a.
Dengan menggunakan satuan praktis:
Lh = 0,06 (V^3 / R)
h = 5,94 (V² / R)
Maka: Lh = 0,01 . h . V
Keterangan:
Lh = panjang minimum lengkung peralihan (m)
h = peninggian rel (mm)
V = kecepatan rencana (km/jam)
Untuk berbagai kecepatan rencana, besar R min yang diijinkan seperti dalam tabel berikut:
Tabel Persyaratan perencanaan lengkungan
Kec. Rencana (km/jam)
R min (m) tanpa lengkung peralihan
R min (m) dengan lengkung peralihan
120
110
100
90
80
70
60
2370
1990
1650
1330
1050
810
600
780
660
550
440
350
270
200

Tanpa lengkung peralihan
Rumus:
Tc = Rc . tan ( / 2 )
Lc = 2 . π . Rc . / 360°
Ec = Tc . tan ( / 4 )
Sta. TC= titik awal lengkung
Sta. CT= TC + Lc
Dimana:
= sudut luar di
PI = sudut pusat lingkaran di O
Tc = panjang tangen = jarak dari Tc ke PI
Lc = panjang busur lingkaran
Ec = jarak luar
Rc = jari-jari lingkaran
Dengan lengkung peralihan dengan spiral
Rumus:
Lh = Ls = 0,01 . v . h (m)
θs = 28,648 Ls / Rc (derajat)
θs = Ls / (2 . Rc) (rad)
Yc = Ls . θs / 3 (m)
Xc = Ls – ( Ls . θs2 )/10 (m)
k = Xc – Rc sin θs (m)
p = Yc – Rc (1 – cos θs) (m)
Ts = ( Rc + p ) tan /2 + k (m)
Es = ( Rc + p ) sec /2 - Rc (m)
c = - 2 θs (derajat)
Lc = c / 360° . (2πRc ) (m)
dimana:
PI    = titik perpotongan garis tangen utama
TS    = titik perubahan dari tangen ke spiral
SC    = titik perubahan dari spiral ke circle
CS    = titik perubahan dari circle ke spiral
Rc    `= jari-jari lengkung lingkaran
 L    = panjang busur spiral dari TS ke suatu titik sembarang
Lh = Ls = panjang lengkung peralihan
Ts    = jarak dari TS ke PI
Es    = panjang eksternal total dari PI ke tengah busur lingkaran
Lc    = panjang lengkung lingkaran
K     = jarak dari TS ke titik proyeksi pusat lingkaran pada tangen
P     = jarak dari busur lingkaran tergeser terhadap garis tangen
     = sudut pertemuan antara tangen utama
Θs    = sudut spiral
Xc, Yc      = koordinat SC atau CS terhadap TS – PI atau PI – TS
Xi, Yi = koordinat setiap titik pada spiral terhadap TS – PI
Sta TS      = titik awal lengkung Sta SC = TS + Ls
Sta CS      = TS + Ls + Lc
Sta ST      = TS + Ls + Lc + Ls
Cara membuat alinyemen horizontal:
a)  Tentukan posisi PI beserta sudut pertemuan antara tangen utamanya ().
b)  Tarik garis dari PI sepanjang Ts sehingga didapat titik TS.
c)   Dari TS, tarik garis sepanjang k dan ½ p sehingga didapat tengahtengah lengkung spiral antara TS – SC.
d)  Titik SC dibuat dari penarikan garis sepanjang Xc, Yc dari titik TS.
e)  Gunakan Xi dan Yi untuk mendapatkan titik-titik sembarang sepanjang lengkung spiral.
3)  Peninggian Rel
Pada saat kereta api memasuki bagian lengkung, maka pada kereta api tersebut akan timbul gaya sentrifugal yang mempunyai kecenderungan melemparkan kereta api ke arah luar lengkung. Hal ini sangat membahayakan dan tidak nyaman bagi penumpang. Untuk mengatasinya dilakukan peninggian pada rel luar. Dengan adanya peninggian ini gaya sentrifugal yang timbul akan diimbangi oleh komponen gaya berat kereta api dan kekuatan rel, penambat, bantalan dan balas.
Ada 3 macam peninggian, yaitu:
1) Peninggian maksimum Berdasarkan stabilitas kereta api pada saat berhenti di bagian lengkung kemiringan maksimum, dibatasi sampai 1 % atau h maks = 110 mm.
2)  Peninggian minimum Berdasarkan gaya maksimum yang mampu dipikul rel dan kenyamanan bagi penumpang di dalam kereta.
Rumus:
h min = 8,8 (V² / R) – 53,5
3) Peninggian normal Kondisi rel tidak ikut memikul gaya sentrifugal sepenuhnya diimbangi oleh komponen gaya berat.
Rumus:
h normal = 5,95 (V² / R)
keterangan:
h min = peninggian minimum (mm)
h normal = peninggian normal (mm)
V = kecepatan rencana (km/jam)
R = jari-jari lengkung (m)
Berdasarkan ketentuan di atas peninggian lengkung ditentukan berdasarkan h normal. Harga-harga di atas adalah harga teoritis, di lapangan harga-harga tersebut tidak dapat diterapkan begitu saja. Oleh karena itu harus dipertimbangkan segi pelaksanaannya.
4)  Lebar Sepur
Lebar sepur adalah jarak antara kedua batang rel, diukur dari sebelah dalam kepalanya. Untuk seluruh kelas jalan rel lebar sepur adalah 1067 mm yang merupakan jarak terkecil antara kedua sisi kepala rel, diukur pada daerah 0 – 14 mm di bawah permukaan teratas kepala rel.
5)  Pelebaran Sepur
Pelebaran Sepur di rencanakan pada bagian lengkung agar roda kereta dapat elewati lengkung tampa mengalami hambatan. Pelebaran sepur dicapai dengan menggeser rel dalam kearah dalam.
Pelebaran sepur dapat dihitung dengan persamaan (PD 10) sebagai berikut: d= 3000 mm
W = 4500/R – 8mm
Dimana:
w = pelebaran sepur (mm)
Besar pelebaran sepur untuk bagian jari-jari tikungan sebabagi berikut:
Tabel pelebaran sepur dan jari-jari tikungan
Pelebaran sepur
Jari – Jari tikungan (meter)
0
5
10
15
20
R 600
550 < R < 600
400 < R < 550
350 < R < 400
100 < R < 350

Faktor yang mempengaruhi pelebaran sepur
1)  Jari-jari lengkung
2)  Ukuran/Jarak gandar muka belakng yang teguh (d)(rigid Wheel/ Base)
3)  Kondisi Keausan roda dan rel
4)  Gerbong Dalam Tikungan
a)  Kedudukan I
Gandar depan menempel pada rel luar sedangkan gandar belakang bebas diatara kedua rel, disebut jalan bebas.
b)  Kedudukan II
Gandar depan menjacapi rel luar sedangkan gandar belakang menempel pada rel dalam akan tetapi tidak sampai menekan. Gandar belakang ini berkedudukan radial terhadap titik pusat tikungan (M).
c)   Kedudukan III
Gandar depan menempel pada rel luar sedangkan gandar belakang menekan dan menempel pada rel dalam. Kedua gandar tidak ada yang letaknnya radial terhadap titik pusat tikungan.
d)  Kedudukan IV
Gandar depan menempel pada rel luar sedangkan gandar belakang menempel rel luar. Kedudukan ini disebut jalan tali busur uang hanya dicapai pada kecepatan tinggi.
Alinemen Vertikal
Alinemen vertikal adalah proyeksi sumbu jalan rel pada bidang vertikal yang melalui sumbu jalan rel tersebut. Alinemen vertikal terdiri dari garis lurus dengan atau tanpa kelandaian serta lengkung vertikal berupa busur lingkaran.
Letak lengkung vertikal diusahakan tidak berhimpit atau bertumpangan dengan lengkung horizontal. Besar jari-jari minimum busur lingkaran (lengkung vertikal) tergantung pada besarnya kecepatan rencana yang digunakan seperti pada tabel berikut ini.
Kecepatan Rencana (km/jam)
Jari-jari minimum lengkung vertikal (m)
> 100
< 100
8000
6000

Alinyemen vertikal terdiri dari garis lurus dengan atau tanpa kelandaian lengkung vertikal yang berupa busur lingkaran.
1)  Lengkung Vertikal
Pada setiap pergantian landai harus dibuat lengkung vertikal yang memenuhi keamanan dan kenyamanan. Panjang lengkung vertikal berupa busur lingkaran yang menghubungkan dua kelandaian lintas berbeda, ditentukan berdasarkan besarnya jari-jari lengkung vertikal dan perbedaan kelandaian.
Kriteria alinyemen vertikal:
a)  Beberapa kelandaian yang berlainan dalam jarak pendek disederhanakan menjadi satu kelandaian.
b) Jika penurunan beralih ke pendakian atau pendakian beralih ke penurunan disediakan bagian mendatar dengan panjang minimum 200 m.
c) Tinggi puncak rel sedapat mungkin tidak diturunkan, kecuali tidak memenuhi syarat-syarat yang disebutkan sebelumnya. Besarnya jari-jari minimum dari lengkung vertikal tergantung dari besarnya kecepatan rencana ( PD 10 Bab II pasal 6).
d)  Melanjut untuk yang ke 2
2)  Landai
Besarnya landai ditentukan oleh tangens sudut antara jalan kereta api dan garis mendatar. Jadi besarnya landai pada umumnya dinyatakan dalam bentuk pecahan, misalnya 1/25, 1/40, dan sebagainya. Dapat pula dinyatakan dalam bentuk mm/m atau 0/00. jadi landai 1/25 sama dengan landai 40 0 /00. Pengelompokan lintas berdasarkan pada kelandaian dari sumbu dan rel (PD 10 Bab II pasal 4a).
Tabel Pengelompokan lintas berdasarkan pada kelandaian
Kelompok
Kelandaian (‰)
Lintas Datar
Lintas Pegunungan
Lintas dengan Rel gigi
0 – 10
10 – 40
40 - 80

3)  Landai Penentu
Landai penentu adalah landai pendakian terbesar yang ada pada lintas lurus, yang berpengaruh terhadap kombinasi gaya tarik lokomotif terhadap rangkaian kereta yang dioperasikan.
Tabel landai penentu maksimum
Kelas jalan Rel
Kelandaian penentu maksimum (‰)
1
2
3
4
5
10
10
20
25
25

4)  Landai Curam
Landai curam adalah kelandaian dalam keadaan yang memaksa dari lintas lurus dapat melebihi landai penentu.
Panjang maksimum landai curam
L = Va² - Vb² / 2g (Sk – Sm)
Dimana:
L     = panjang maksimum landai curam (m)
Va    = kecepatan minimum yang diijinkan di kaki ladai curam (m/detik)
Vb    = kecepatan minimum di puncak landai curam (m/detik) ½ Va > Vb
G     = percepatan gravitasil
Sk    = besar landai curam (‰)
Sm   = besar landai penentu (‰)
5)  Profil Ruang
Untuk menentukan batas bangunan di samping jalan kereta api, batas bentuk bakal pelanting dan batas ruang muatan diperlukan beberapa profil ruang, yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah oleh Menteri Perhubungan. Ada tiga macam profil ruang, yaitu:
a)  Ruang Bebas Bangunan
Ruang diatas sepur yang senantiasa bebas dari segala rintangan dan benda penghalang yang disediakan untuk lalul lintas rangkaian kereta api. Dalam profil ini tidak diperkenankan adanya bangunan dan benda-benda tetap, sedangkan bakal pelanting tidak boleh menonjol keluar.
Untuk jalan kereta api kelas I dan kelas II ditetapkan profil ruang bebas sendiri-sendiri dan pada masing-masing profil tadi ada bagian yang ditetapkan untuk jalan bebas (di luar emplasemen) serta sepur utama di stasiun dan untuk sepur-sepur lainnya. Untuk bangunan-bangunan baru, seperti tiang-tiang telegrap dan sebagainya, penempatan harus 0,50 m di luar profil ruang bebas, sedangkan untuk bagian-bagian jembatan ditetapkan 0,20 m.
b)  Profil ruang kelonggaran
Profil ini berguna untuk membatasi bentuk bakal pelanting agar tidak ada bagian yang menonjol keluar. Pada pembuatan bakal pelanting baru, perencana terikat pada profil ruang kelonggaran.
c)   Profil ruang muatan
Profil ini dimaksudkan untuk membatasi volume muatan Profil ruang kelonggaran dan profil ruang muatan kedua-duanya harus ada dalam profil ruang bebas. Dengan adanya profil ruang-ruang tersebut dapat dihindarkan adanya tabrakan antara bakal pelanting dan benda-benda tetap yang terdapat di sepanjang pinggir jalan kereta api.
6)  Penampang Melintang
Secara umum penampang melintang menerapkan PD 10 1986 yang telah memperhatikan aspek-aspek geometri, geoteknik, dan drainase.

0 komentar